Senin, 20 Oktober 2008

JURUS JITU MEMILIH AGLAONEMA


Sebelum membeli aglaonema, ada baiknya kita paham dengan barang yang akan dibeli. Sebab pada dasarnya, beberapa aglaonema punya keunggulan dan ciri khusus. Menangani aglo lokal dan impor juga beda. Ada saran, jangan cuma lihat daun, tetapi juga kondisi akar.
Membeli tanaman idola memang gampang-gampang susah, termasuk membeli aglaonema. Maklum, sebulan belakangan pamor aglaonema memang ‘naik pangkat’. Sebelum membeli aglaonema, sebaiknya kita paham dengan barang yang akan dibeli. Sebab pada dasarnya, beberapa aglaonema memiliki keunggulan dan ciri khusus, hingga tak jarang jika lengah berakibat pada penularan koleksi lain.

Saat ini, jika dispesifikasikan ada tiga kelompok besar aglaonema yang biasa didapat di pasaran, yaitu aglaonema lokal non silangan, lokal, dan impor silangan. Menurut Pakar Aglaonema Indonesia, Gregori Garnadi Hambali, saat ditemui di Banjarbaru Kalimantan Selatan (Kalsel) belum lama ini, sebenarnya ada lagi aglaonema lokal non silangan dari luar (umumnya dari Belandan dan Amerika). Hanya ketetatnya birokrasi dan sistematika pindah tangan, membuat jenis ini sulit untuk keluar.

Terpenting adalah mengenal ciri yang ada pada beberapa golongan aglaonema tersebut. Selain berguna bagi proses pemeliharaan dan perawatan, tahap ini bisa meminimalisir kekecewaan pasca pembelian tanaman (karena cepat mati atau sering terserang penyakit). Aglaonema silangan impor, menurut Greg, jenis ini sering dengan perwujudan yang fantastis.

Itu ditandai dengan kemunculan warna-warna yang kontras, seperti kuning dan merah sampai warna solid salah satunya. Karena kebanyakan dihasilkan dari kultur jaringan (mayoritas produk Thailand sebagai negara pengimpor aglaonema terbesar di Indonesia), umumnya jenis ini memiliki daun yang lebih tipis ketimbang hasil budidaya biji. Namun keistimewaannya, jenis ini memiliki struktur permukaan daun yang lebih halus.

Beberapa orang beranggapan, daun yang tipis bisa jadi tebal ketika dibawa ke Indonesia. Pengaruh musim, diduga melatar-belakangi perkembangan daun ini. Secara umum, dalam hal estetika aglaonema impor silangan unggul jauh. Hanya karena dibudidaya secara instan dan tak melalui metode pemuliaan yang panjang, tak jarang jenis ini rentan penyakit. Tak jarang, jenis ini juga disebut-sebut pembawa wabah penyakit yang siap menular ke aglaonema koleksi lain.

“Berhati hatilah memberi aglaonema impor. Jika ragu, gunakan sistem karantina yang cukup sampai dirasa aglaonema steril dari penyakit. Sistem karantina bermacam-macam, bisa menggunakan desin-sektan atau memberi spase tersendiri aglaonema yang baru datang,” ungkap Greg.

Untuk memastikan kesehatan tanaman, usahakan tak hanya melihat dari daun yang menarik, tapi juga akar dan batang bawah. Semakin banyak ditemukan kebusukan di akar dan batang bawah, makin tak sehat tanaman.
Aglaonema Lokal Silangan

Jenis kedua adalah aglaonema lokal silangan. Jenis ini biasanya lebih tahan banting bila dibandingkan dengan jenis impor. Tak mau kalah dengan jenis impor, jenis lokal silangan sangat kuat dalam hal komposisi warna. Gradasi warna dasar dan baru, membuat motifnya menarik. Contoh paling mudah dapat kita lihat dari aglaonema silangan fenomenal Pride of Sumatera (POS).

Daun yang tebal jadi keistimewaan selanjutnya, meski daun yang ada tak sehalus struktur daun jenis aglaonema selangan impor. Beberapa jenis juga sering rentan menderita sakit akibat virus. Penyusunan gen yang tak sempurna diduga jadi latar belakang fenomena ini. Namun secara umum, aglaonema silangan lokal jarang sakit seperti aglaonema silangan impor.

Meski berembel-embel lokal, jangan meremehkan dalam hal harga. Pasalnya, jika dilihat dari perputarannya hasil silangan pertama jenis ini bisa dihargai sampai Rp 50 juta. Ini yang sering terjadi pada koleksi Greg yang dipinang kolektor lain. Memilih jenis ini yang berkualitas pada dasarnya sama dengan aglaonema impor silangan. Daun, akar, dan batang bawah jadi sorotan yang harus tak terlewatkan. Usahakan melihat akar yang telah tertancap di pot. Semakin banyak dan jarang busuk adalah pertanda tanaman sehat.
Aglaonema Lokal

Jenis terakhir adalah aglaonema lokal. Meski dulu jarang dilirik dan keberadaannya hanya difungsikan sebagai indukan, tapi kini pencinta jenis ini kian marak. Bahkan tak mau kalah, pemilik aglaonema yang kebanyakan didominasi warna hijau dan putih ini sudah berani unjuk gigi dengan mendaftar setiap kontes aglaonema digelar.

Karena jika kita membicarakan warna, jenis ini kalah telak dengan jenis silangan lokal maupun impor. Umumnya, jenis ini memiliki keunggulan di bentuk daun. Daun besar dan aneka bentuk lancip adalah bentuk yang sering dijumpai pada aglaonema lokal. Karena sering dijumpai dan sudah familiar hidup di Indonesia, jenis ini banyak ditemukan di mana-mana dan berjumlah banyak, sehingga dalam hal harga jenis ini tergolong paling murah ketimbang dua jenis sebelumnya.

“Di pasaran, aglaonema lokal yang sudah berusia dewasa sering dijual maksimal Rp 500 ribu (untuk tanaman yang belum menang kontes). Jika sudah merasakan gelar, harga naik jadi dua kali lipat sekitar Rp 10 juta per pot,” jelas M Zainudin, Kolektor dan Pecinta Aglaonema Lokal di Banjarbaru Kalsel.

Jika melihat serangan penyakit dari virus dan bakteri, jenis ini paling tahan banting. Namun umumnya, jika melihat musuh alaminya, aglaonema lokal sering jadi santapan lezat serangga dan jamur, sehingga jika Anda memutuskan untuk membeli jenis ini, usahakan daun yang ada tak memiliki sedikit pun bekas jamur dan serangga atau telur-telur serangga yang biasa melekat. [adi]

Bedakan Lokal dengan Impor

Langkah ini diambil untuk membedakan mana jenis aglaonema lokal yang didatangkan dari luar negeri dengan proses kultur jaringan. Memang saat ini untuk aglaonema lokal mendapatkan apresiasi besar, terutama dari karya Greg Hambali. Namun masalahnya, produksi dalam negeri masih belum mampu memenuhi permintaan pasar yang besar.

Sebab dengan cara pengembang-biakan secara tradisional, maka untuk mendapatkan bibit baru membutuhkan waktu yang lama. Sementara untuk melakukan pembiakan masal dengan kultur jaringan masih sedikit yang bisa membuatnya. Padahal proses kultur jadi satu-satunya cara pembiakan secara masal dan celakanya pelaku industri tanaman hias lokal kurang bisa menangkap peluang ini. Akhirnya, mau tak mau Thailand jadi tujuan utama mencari produk aglaonema yang dihasilkan oleh anak bangsa.

Beruntung hasil aglaonema dari kultur jaringan melalui impor – meski dari jenis yang sama – tapi punya karakter berbeda. Untuk membedakan aglaonema lokal yang diperbanyak secara alami lewat stek maupun cangkok dengan aglaonema dari kultur jaringan, menurut M Siregar – Penghobi Tanaman Hias di Banjarmasin Kalsel, itu ternyata mudah. Wajar, karena bagi penghobi berpengalaman bukan hal sulit, tapi bagi pemula lain ceritanya.

“Paling gampang melihat struktur warna merah yang jadi ciri khas produk lokal,” tandas Siregar.

Untuk produk alami, warna merah yang muncul bisa cerah dan tegas, terutama untuk bagian belakang daun, tangkai daun, dan motif di permukaan daun. Kondisi ini berbeda dengan hasil dari kultur yang memiliki warna lebih pudar. Pudar di sini tetap memberikan kesan merah, tapi tak begitu cerah.

Selanjutnya yang paling mudah dilihat adalah dari ukuran daun yang lebih kecil dibandingkan jenis lokal. Pembanding ini sulit, karena harus melihat dulu aglaonema lokal. Namun bisa juga dilihat dari daun tua yang ada di bawah. Bila daun tua jauh lebih kecil dari daun baru, itu jadi ciri khas dari hasil kultur jaringan. Namun jangan khawatir bila mendapatkan produk kultur, karena saat tumbuh tunas baru, maka kualitas anakan akan sama dengan aglaonema lokal. Sebab, sudah melalui perbanyakan secara alami. [wo2k]

Menjadikan Aglaonema Berharga Mahal

Patokan harga tinggi untuk beberapa jenis aglaonema, tentu berkaitan dengan urusan tampilan maksimal. Selama ini keberadaan aglaonema impor bisa disejajarkan dengan jenis lokal. Hanya varian untuk jenis impor lebih beragam, sehingga kehadirannya makin memperkaya khasanah tanaman hias Tanah Air.

“Pada dasarnya, semua tanaman itu memiliki nilai ekonomi. Hanya untuk tinggi-rendahnya bergantung pada pesona yang ditampilkan,” imbuh Greg.

Untuk aglaonema jenis impor masih memegang kendali cukup kuat. Lantaran beragamnya jenis yang ditampilkan, sehingga konsumen pun mempunyai banyak alternatif untuk memilih, seperti harga aglaonema silangan dari Thailand yang memiliki nama pasar legacy, harga yang dipatok tergolong tinggi, yaitu Rp 500 ribu per tanaman atau bahkan harga ini bisa lebih tinggi.

Itu bergantung pada tampilannya, dimana semakin berkarakter tentu akan berpengaruh pada nilai jualnya. Ini berkaitan dengan nilai estetika, tren, dan kelangkaan. Sepertinya, membuat tanaman tampil prima bukan jadi satu hal yang sulit dilakukan, dimana tampilan yang maksimal akan berdampak pada tingginya nilai ekonomi. Ingin tahu kiat membuat pesonanya tampil ciamik, baik untuk aglaonema jenis lokal ataupun impor.

Khusus Penghobi

Ada beberapa kriteria yang diperhatikan untuk membuat tanaman berharga mahal dengan tampilan optimal. Utamanya adalah masalah kelangkaan, keunikan, terawatt, dan tren – dimana penghobi di sini sebagai end user yang menilai tanaman bukan hanya dari harga, tapi lebih ke pesona tanaman keseluruhan.

1. Langka
Faktor kelangkaan bisa memicu mahalnya tanaman. Kelangkaan ini bisa ditimbulkan dari sulitnya dikembang-biakan, masih sedikit yang menjual karena tak tren atau tanaman banyak, tapi penjualnya tak mau melepas. Jadi bisa dikategorikan sebagai langka di pasar dan langka, karena sulit dikembang-biakan.

2. Unik
Semua tanaman unik dan tak memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Tapi unik yang dimaksud adalah memiliki ciri khas mencolok dan berbeda dari aslinya.

Di pasaran dikenal istilah variegata dan mutasi.
Kadang ada juga yang menyebut albino. Kebanyakan tanaman yang variegata dihasilkan dari biji. Mutasi adalah kelainan yang terjadi, karena campur tangan alam (penyakit karena virus atau faktor bawaan lain) atau campur tangan manusia. Biasa dikenal dengan rekayasa genetik.

3. Perawatan Optimal
Tanaman yang terawat baik akan memiliki bentuk yang baik dan sehat. Karena terawat, maka bentuk daun, batang, dan bunga jadi lebih indah. Tanaman yang mahal pun apabila tak terawat dengan baik akan berkurang nilainya. Misalnya, aglaonema yang daunnya rusak, pasti tak dihitung dalam penilaian. Itu berkaitan juga dengan keserempakan daun yang makin menambah nilai.

4. Membaca Tren
Seperti halnya fashion, tanaman punya tren sendiri. Saat tren turun, otomatis tanaman akan turun nilainya. Turunnya nilai bukan karena tanaman tersebut tak unik atau tak terawat, tapi mutlak karena hukum pasar.

5. Kenali Hukum Pasar
Saat sedang tren atau memang langka, maka persediaan biasanya tak sebanding dengan permintaan. Sesuai hukum pasar, maka naiklah harganya. Ini wajar terjadi di dunia tanaman hias, berputar sesuai dengan siklusnya.

Bagi Pedagang

Tak dapat dipungkiri, para pedagang lebih berharap pada profit oriented. Namun bukan berarti tak memperhitungkan kualitas barang. Inilah yang paling orang mau lakukan walau tak mudah melakukannya. Tanaman bisa dibuat jadi mahal apabila Anda mau mengerjakan hal-hal berikut:

1. Merawat tanaman dengan baik
Ini adalah mutlak. Tanaman yang terawat baik secara kasat mata akan indah. Walau hanya sekedar tanaman sansiviera yang biasa ada di pinggir jalan, kalau dirawat dengan baik pasti akan punya nilai yang lebih tinggi. Perawatan adalah dengan memberikan tempat yang baik (pot dan media), melakukan perawatan daun kalau tanaman itu punya nilai di daunnya, memberikan pupuk yang tepat, mengganti media saat dibutuhkan, dan terus mengecek kesehatan secara berkala. Dalam hal ini juga bisa dilakukan proses pembentukan, supaya bentuk lebih indah dan kompak.

2. Koleksi tanaman unik dan langka
Kadang tanaman jenis unik dan langka tak serta-merta harganya mahal saat membeli. Pemilihan tanaman unik bisa dilakukan dengan berkeliling di kebun pembibitan tanaman hias. Biasanya bibit unik bisa mulai terdeteksi saat usia seedling muda. Untuk tanaman langka bisa berburu langsung ke daerah yang bersangkutan. Tanaman langka biasanya sulit ditemukan di nurseri biasa. Kalau ada sedikit kenekatan dan modal, bisa saja langsung cari ke nurseri di luar negeri. Pembelian bisa lewat internet atau langsung ke lokasi.

3. Pintar prediksi tren tanaman
Dalam hal ini lebih mengandalkan kemampuan insting, yaitu dengan memperbanyak referensi tentang jenis tanaman, baik dari media ataupun komunitas yang banyak terbentuk di masing-masing kota. Hanya diperhatikan bahwa tren tanaman biasanya berputar. Jadi kalau ketinggalan tren – tak masalah – toh nantinya tanaman kita bisa terangkat naik.[santi]
(Sumber: http://tabloidgallery.wordpress.com)

Andai Pacaran Jalan, Belajar Jalan

14/10/2008 09:43:24 Mungkin nggak kalau kita hobinya cuma pacaran melulu sehingga kita lupa sama belajar? Kebanyakan untuk cowok pasti bakalan bokek tuh, karena harus ngeluarin banyak kocek untuk traktir sang pujaan hati. Wah berarti ceweknya matre donk!
Terus kalau pacaran, kapan kita belajar??? Masa' waktu belajar kita meski terbuang sia-sia hanya untuk pacaran sich? Apa kata dunia?
Nah, sudah waktunya kita untuk mengatur jam belajar pelajaran sekolah, apalagi bagi siswa kelas III, baik tingkat menengah pertama (SMP) atau menengah atas (SMA) yang sebentar lagi akan menempuh ujian nasional. Dengan waktu yang sangat sedikit itu, kita perlu menambah waktu belajar. Dan kalau bisa mengikuti bimbingan belajar atau jika perlu privat sekalian. Dengan begitu kita tidak perlu was-was dalam menghadapi ujian nanti atau khawatir nilai ujian kita bakalan jeblok.
Kalau kita belajar sungguh-sungguh dan banyak berdoa pasti akan mendapatkan nilai sesuai yang diharapkan dan dapat melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi sesuai pilihan kita.
Pacaran sih boleh-boleh aja, tapi harus pintar-pintar mengatur waktu antara belajar dan pacaran. Lebih bagus lagi buat remaja sekarang ini, kalau punya pacar digunakan sebagai motivasi dalam menunjang belajar. Itu akan lebih baik, untuk kita apalagi kalau punya pacar yang lebih pintar dari kita. Bukankah itu sebuah kesempatan supaya kita bisa sekalian belajar dan juga pacaran. Itu yang namanya belajar sambil pacaran yang baik untuk diri kita. Bukannya malah belajar pacaran yang akan mengakibatkan pergaulan bebas dan itu akan merugikan diri sendiri dan juga orang di sekitar apalagi orangtua kita.
Jadi buat temen-temen semua, di masa remaja ini lebih baik kita cari temen sebanyak-banyaknya. Jangan mikirin pacaran dulu. Jika udah kuliah baru kita pacaran, atau kalau perlu kalau kita udah kerja jadi kan traktir cewek atau cowoknya pake duit sendiri bukan duit ortu lagi. Ya nggak? (Uwais Iswara E)KR

ANTISIPASI BENCANA SESEGERA MUNGKIN

Liputan Khusus: ANTISIPASI BENCANA SESEGERA MUNGKIN ; Rasa Was-was Masih Hantui Masyarakat

20/10/2008 09:29:11 Gempa bumi, tanah longsor, banjir, puting beliung bisa muncul kapan saja, di mana saja. Di sejumlah wilayah Jateng, terjangan angin kencang telah memporakporandakan ratusan rumah dan menumbangkan pepohonan. Tahun lalu bencana serupa juga terjadi di DIY. Datangnya angin kencang sebenarnya bisa terdeteksi melalui pantauan satelit. Bahkan, lokasi mana saja yang rawan bencana sudah bisa diperkirakan. Sayangnya, antisipasi selalu datang terlambat. Sudahkah pemerintah daerah menyiapkan langkah antisipasi ? BENCANA memang tak bisa diprediksi. Meski demikian, sebelumnya didahului oleh tanda-tanda khusus seperti angin kencang sebelum terjadi angin puting beliung. Namun, bagi warga yang tinggal di daerah rawan bencana, seperti pegunungan atau di dekat sungai, setiap musim hujan tiba selalu timbul rasa was-was. Sebab bencana tanah longsor, angin puting beliung dan banjir, biasanya datang saat musim hujan.
Kabupaten Bantul dengan wilayah yang meliputi pegunungan, pantai serta ada beberapa sungai yang berhilir di laut selatan, memang sangat berpotensi terjadi beberapa jenis bencana. Kondisi demikian mengharuskan masyarakat dan pemerintah selalu meningkatkan kewaspadaan. “Saat angin puting beliung melanda wilayah kami, beberapa bulan pasca gempa bumi juga terjadi pada musim hujan,” kenang Keru, salah seorang pemilik rumah yang sempat mengalami kerusakan akibat angin ribut yang melanda wilayah Pandes dan Jati Wonokromo Pleret Bantul tahun 2006 silam.
Kini ia juga sedikit merasa was-was saat musim hujan tiba. Terutama jika terjadi hujan lebat disertai angin kencang. Sebab, angin ribut datang didahului adanya angin kencang saat hujan deras.
Hal yang sama juga terjadi ketika angin ribut melanda wilayah Gadingharjo Sanden Bantul, beberapa tahun silam. Meski kerusakan tak begitu parah, namun sempat membuat warga kalang kabut dan diliputi rasa takut. Wilayah yang berdekatan dengan pantai selatan ini sempat diobrak-abrik angin ribut dan menumbangkan ratusan pepohonan. “Karena dusun kami penuh ditumbuhi pohon-pohon besar, maka saat angin ribut datang menimbulkan suara gemuruh yang cukup mengerikan,” kenang Madiyana, warga Gadingharjo.
Sedangkan daerah perbukitan yang banyak dihuni warga di antaranya di wilayah Imogiri, Pleret, Piyungan, Pajangan dan sebagian Pundong. Daerah tersebut memang rawan terjadi bencana tanah longsor terutama pada musim hujan. “Namun karena sifat tanah pegunungan cukup kuat, baik oleh banyak pepohonan maupun bebatuan padas, maka kami tak begitu takut meski tetap harus waspada,” kata Dalijo, warga Selopamioro Imogiri.
Untuk mengantisipasi terjadinya tanah longsor, menurutnya, harus terus dilakukan penghijauan di ereng-ereng pegunungan. Pengerukan tanah pegunungan dan penebangan pohon diharapkan tak dilakukan terutama di daerah yang berdekatan dengan rumah-rumah penduduk.
Langkah Antisipasi
Memasuki musim penghujan, Pemkab Bantul mulai melakukan antisipasi menghadapi bencana yang biasanya muncul, baik tanah longsor, gelombang tinggi, banjir serta angin kencang. Petugas piket disiagakan 24 jam selama 7 hari. Mereka siap menerima laporan masyarakat dan akan langsung terjun ke lapangan bila sewaktu-waktu terjadi bencana.
“Untuk petugas piket disiagakan sebanyak 3 orang di kantor Bupati dan 5 orang di kantor Kesbanglinmas. Potensi Search and Resque (SAR) di Pantai Parangtritis juga sudah siap mengantisipasi gelombang tinggi,” kata Kepala Bagian Tata Usaha (TU) Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Bantul, Dwi Daryanto. Pemkab juga sudah mengirimkan surat edaran yang ditandatangani Sekda ditujukan kepada kecamatan. Intinya aparat diminta melakukan antisipasi terhadap bencana yang dimungkinkan muncul.
Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya tanah longsor berpotensi terjadi di daerah pegunungan seperti Piyungan, Imogiri, Pleret, Dlingo dan sebagian Pajangan. “Di Pajangan ini sebelumnya tidak pernah terjadi longsor, tapi sekarang perlu diwaspadai,” ujarnya. Sedang banjir biasanya dirasakan di daerah Kretek dan Srandakan. Untuk angin puting beliung tahun-tahun sebelumnya terjadi di wilayah Pleret, Sewon dan Bantul kota.
Dikemukakan, berdasarkan info yang disampaikan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), pada musim penghujan kali ini akan terjadi hujan dengan curah deras, tapi hanya sebentar. “Ini yang perlu diwaspadai, karena meski hanya sebentar tapi intensitas hujannya tinggi,” lanjutnya.
Kesbanglinmas, lanjutnya, terus melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam mengantisipasi bencana. Di antaranya Dinas Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan di saat terjadi bencana juga Dinas Pengairan dan Pekerjaan Umum (PU) untuk perbaikan sarana dan prasarana. Mengenai anggaran penanganan bencana Dwi Daryanto mengatakan, diambilkan dari dana tak tersangka. Besarnya tidak ditetapkan, tapi sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Sedang untuk memberikan pertolongan pertama ketika terjadi bencana, saat ini Kesbanglinmas sudah memiliki stok sembako baik beras, mi instan, minyak goreng, makanan kaleng dll dalam jumlah yang cukup. Termasuk selimut dan daster. Barang-barang ini siap di drop ke lokasi bencana. Kesbanglinmas kini juga tengah mempersiapkan ruang pengendalian operasional. Ruangan ini sudah dilengkapi dengan Ranet (radio internet) yang digunakan untuk memonitor terjadinya bencana di wilayah Bantul khususnya dan di wilayah lain.
Rawan Bencana
Setiap kali ada angin besar, Tugiyono (52) merasa resah teringat musibah angin puting beliung beberapa waktu lalu. Saat itu, kejadiannya sangat singkat sehingga ia tidak bisa menyiapkan langkah darurat. Beruntung keluarganya tidak mengalami luka-luka, hanya atap rumahnya porak-poranda. “Kalau ada angin kencang dan awannya berwarna hitam kami sudah merinding takut terjadi angin ribut,” kata warga Gondokusuman.
Karena hidup di wilayah rawan bencana ia berharap pemerintah lebih tanggap jika terjadi bencana. Di samping penanganan gawat darurat juga sosialisasi terkait tanda-tanda bencana. Diakui ayah 2 anak ini, warga seperti dirinya masih awam terhadap tanda-tanda bencana. “Kalau sudah tahu tanda-tandanya kami kan bisa mengantisipasi agar tidak ada korban,” harapnya.
Menghadapi musim hujan kali ini Pemkot Yogya mewaspadai bahaya banjir dan tanah longsor. Hingga saat ini masih ada sekitar 50 titik talud maupun saluran air yang rusak akibat gempa. Jumlah ini berkurang dari sebelumnya yang mencapai 140 titik.
Data Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kota Yogyakarta menyebut tahun 2007 kerusakan sudah ditangani sebanyak 70 titik melalui dana rehab rekon. Tahun 2008 kembali diperbaiki sebanyak 20 titik dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) sehingga masih menyisakan 50 titik di sepanjang bantaran Sungai Gajahwong, Code dan Winongo.
“Kondisi talud di kota memang sudah tua. Untuk mengantisipasi jika terjadi luapan kami sudah menyediakan 1.000 bronjong. Pembangunannya silakan gotong royong,” kata Kepala Dinas Kimpraswil, Eko Suryo.
Selain bronjong pihaknya juga menyediakan backhoe untuk melakukan evakuasi jika ada tebing longsor. Pemkot juga sudah membagikan diesel kepada masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai. Alat ini bisa digunakan jika lampu padam.
Selain bahaya banjir dan tanah longsor, Kota Yogya juga rawan bahaya angin ribut dan kebakaran. Terakhir angin puting beliung terjadi pada tahun 2007 yang mengakibatkan 742 rumah rusak di Gondokusuman, 139 rumah rusak di Danurejan, 30 rumah rusak di Umbulharjo dan 25 rumah rusak di Pakualaman. Total rumah rusak sebanyak 1.066 rumah.
Data Pemkot Yogya menyebutkan, akibat musibah itu 57 orang mengalami luka yang dirawat di sejumlah rumah sakit, puskesmas maupun posko kesehatan. Musibah ini cukup mengejutkan karena sebelumnya di wilayah Kota Yogya jarang terjadi angin ribut. Berbeda dengan banjir yang rutin terjadi setiap musim penghujan sehingga cepat tanggap. “Kalau terjadi bencana masyarakat bisa melaporkan ke Satkorlak Kota Yogya di nomor (0274) 587101,” kata Eko Suryo.
Musibah lain yang mengancam Kota Yogya adalah bahaya kebakaran terlebih di sejumlah titik merupakan wilayah padat. Hingga Agustus kemarin Kantor Linmas dan Pemadam Kebakaran mencatat 73 kasus kebakaran di Yogya. Daerah rawan kebakaran berada di wilayah padat penduduk. Sebagian besar kebakaran disebabkan kelalaian manusia. Untuk mengantisipasi bahaya kebakaran telah disiagakan 30 tandon air di kecamatan. Setiap tandon berkapasitas 30 ribu liter air. Biasanya kebakaran kerap terjadi di musim kemarau.
Sulit Diprediksi
Turunnya hujan yang kadang disertai angin sejak minggu kemarin menyebabkan sejumlah warga Sleman mulai khawatir. Khususnya yang pernah mengalami amukan angin kencang. Ny Anik (35), warga Dusun Bantulan, Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, masih ingat kejadian Maret 2008 lalu, ketika di sore hari kampungnya dilanda hujan deras dan angin kencang. “Waktu itu langit tampak begitu gelap dan tiba-tiba angin kencang datang dari utara menuju selatan disertai suara bergemuruh. Angin itu tampak berputar-putar lebih satu menit,” tuturnya.
Ketakutan serupa diungkapkan Ny Paimin (40), juga warga Dusun Bantulan yang saat kejadian sedang membantu di rumah tetangganya yang punya hajatan. Ibu-ibu yang tengah memasak pun langsung berlarian ke dalam rumah. Sejumlah barang dagangannya berupa bahan-bahan material beterbangan saat angin menerjang.
Agustus 2008 lalu, angin puting beliung mendadak mengamuk di siang bolong, menerjang rumah Mastowo (70) di Jalan Leli 3 No 222 RT 12 RW 17 Perumnas Condongcatur, Kecamatan Depok. “Saya merasakan atap rumah bergetar, lalu saya berlari ke arah dapur. Ternyata yang dihantam angin adalah bagian depan rumah saya,” tutur Mastowo.
Kekhawatiran juga dirasakan Ny Wati, warga Dusun Duwet, Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati. Sebab hujan dan angin kencang pernah memporakporandakan kampungnya pada awal tahun lalu. Menurutnya, begitu kuatnya angin kencang itu sehingga meskipun berlangsung singkat, sebuah tower setinggi kurang lebih 40 meter milik Radio Satunama di RW 34 ambruk. Sebagian badan tower itu menimpa bangunan belakang radio tersebut.
Sebagian warga kini mengantisipasi datangnya hujan yang disertai angin kencang itu dengan memangkasi pohon-pohon yang tumbuhnya membahayakan bangunan rumah.
Menurut Kepala Bidang Penanggulangan Bencana Alam Dinas Pengairan, Pertambangan dan Penanggulangan Bencana Alam (P3BA) Kabupaten Sleman, Singgih Sudibyo SH, Kabupaten Sleman secara geografis memang memiliki beberapa wilayah rawan bencana alam. Mulai dari letusan Gunung Merapi, banjir lahar dingin, tanah longsor, kekeringan dan angin puting beliung.
Daerah yang rawan ancaman Gunung Merapi, adalah wilayah Cangkringan, Pakem dan Turi. Baik itu bahaya letusan dan awan panas (wedus gembel) maupun banjir lahar dingin. Sedangkan daerah Prambanan yang memiliki kawasan pegunungan, selain rawan kekeringan juga rawan tanah longsor. “Sementara untuk angin puting beliung mengancam daerah datar seperti Godean, Seyegan, Mlati, Depok, Ngaglik dan Berbah,” paparnya.
Khusus untuk ancaman angin kencang atau puting beliung, Singgih mengakui sulit diprediksi. Tapi tanda-tanda awal dapat diketahui, seperti melalui pergerakan awan dan perubahan suhu yang mendadak. “Dengan mempelajari gejala-gejala tersebut diharapkan dapat dilakukan antisipasi. Masyarakat juga lebih siap sehingga tidak sampai menimbulkan korban dan kerusakan parah,” katanya.
Singgih menambahkan, Pemkab Sleman mengalokasikan anggaran senilai Rp 1,3 miliar untuk kegiatan penanggulangan bencana alam yang setiap saat bisa dicairkan. “Khusus penanganan terhadap ancaman Gunung Merapi sudah ada aturan tersendiri, sehingga untuk penanganan harus menyeluruh,” jelasnya. Selain itu pihaknya juga telah mengadakan pelatihan siaga bencana di sejumlah kecamatan, bekerjasama dengan instansi terkait.Sumber Kedaulatan Rakyat